Bincang Buku “Sekolah Medis & Bikini Bottom”

 Bincang Buku “Sekolah Medis & Bikini Bottom”
Oleh A. Achmad Fauzi Rafsanjani, S.Tr.Ak



Sekolah Medis & Bikini Bottom sebagai judul buku, diambil dari adegan serial kartun SpongeBob Squarepants, dimana Mr.Krabs membangun sebuah Hotel Crusty Towers, tetapi malangnya hotel tersebut runtuh dan menyebabkan Spongebob, Patrick, Squidward, dan Mr.Krabs masuk rumah sakit dan membayar tagihan sebesar $15.000. Mr.Krabs tercengang mengapa biaya kesehatan lebih mahal daripada hotel yang ia bangun. Ia berpikir bahwa rumah sakit merupakan penghasil uang sehingga Mr.Krabs dengan naluri ekploitasinya meminta pegawainya untuk sekolah kedokteran.

Walaupun berjudul Bikini Bottom, William Gunawan tidak banyak menyebut mengenai serial kartun tersebut. Beliau dalam menulis buku  menghadirkan opini, catatan pengalaman, dan refleksi dirinya. Beliau melihat celah dan mengkritik aktivitas di dunia kesehatan yang telah luput dari pandangan masyarakat. Salah satu artikel di dalamnya yaitu “Merawat Sekolah Medis dengan Akal Sehat”, William menceritakan bagaimana paradigma masyarakat tentang dokter telah bergeser. Dalam dekade terakhir, fakultas kedokteran telah menjadi primadona masyarakat karena biaya masuk sekolah kedokteran yang mahal, membuat masyarakat percaya bahwa keluaran dari pendidikan dokter juga akan mengembalikan ‘modal’ yang telah mereka berikan. Iniliah yang membuat sosiologis masyarakat membentuk konstruksi simbolik, yaitu nilai diri kita tergantung dari apa yang kita konsumsi. Dalam mencapai konstruksi simbolik tersebut, ada nilai-nilai yang tergerus yaitu humanisme, atau kemanusiaan.

Apa yang membuat biaya pendidikan kedokteran atau biaya pendidikan secara keseluruhan itu mahal, tidak lepas dari ideologi yang bekerja di belakangnya. Misalnya, di era Soeharto, fakultas pertanian menjadi sorotan karena program-program Soeharto yang ingin melahirkan sarjana-sarjana Pertanian. Contoh lain, di ranah profesi, dulu profesi guru tidak terlalu banyak diminati karena pandangan masyarakat terhadap guru yang hanya mengutamakan jasa. Tetapi, saat profesi guru diberikan tunjangan-tunjangan atau sertifikasi, orang berlomba-lomba mendaftar menjadi guru.

Melihat struktur sosial yang bekerja, pendidikan di Indonesia mengalami pergeseran nilai, tidak lagi melekatkan esensi pendidikan itu sendiri yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan hari ini pada umumnya, bekerja sesuai mekanisme pasar. Perguruan tinggi diberi otoriter untuk mengelola fakultas di dalamnya sesuai permintaan ‘pasar’. Akibatnya, orang tidak lagi berpendidikan untuk menambah pengetahuan, tetapi untuk bekerja. Masuk ke perguruan tinggi merupakan hal yang mudah jika memiliki kemampuan diri dan biaya yang cukup. Jika tidak memiliki biaya tetapi memiliki kemampuan, subsidi pemerintah hadir secara finansial. Tetapi bagaimana nasib masyarakat yang tidak memiliki biaya, juga tidak memiliki kemampuan? Apakah dibiarkan begitu saja? Lalu, dimana usaha negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa?

Buku karya William Gunawan ini, juga mengritik mengenai peran-peran mahasiswa kedokteran sebagai mahasiswa. Mahasiswa kedokteran banyak disuguhi disiplin ilmu kedokteran saja, sehingga tidak lagi memiliki waktu terjun di masyarakat sebagai Agent of Change, Social Control, dan lain sebagainya. Khususnya, sebagai penolong masyarakat,mahasiswa kedokteran hari ini tak patut membuat jarak terhadap masyarakat. William Gunawan juga meminta agar dokter dan calon dokter hari ini mampu mengetahui posisinya dalam berlayar di dunia kesehatan, apakah mereka berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan atau berangkat dari pemenuhan standar sosial tertentu.

Belum ada Komentar untuk "Bincang Buku “Sekolah Medis & Bikini Bottom”"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel