Kajian - Proses Islamisasi Di Wajo, Sulawesi Selatan


Kajian - Proses Islamisasi Di Wajo, Sulawesi Selatan


     Sebelum mengetahui proses islamisasi itu sendiri masuk ke wilayah Wajo, yang harus diketahui bahwa dari zaman dahulu nenek moyang bukannya nenek moyang kita syirik atau kafir dikarenakan kepercayaan mereka dengan melakukan hal-hal yang unik yang sering dinamakan tradisi, istilah tradisi kadang menjurus kepada hal-hal animisme atau dinamisme , dimana animisme adalah kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang yang telah meninggal, sedangkan dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di dunia ini yang memiliki kekuatan ghaib

     Ketika membahas islamisasi maka kita menggunakan metode pisau analisis untuk mengenal agama-agama apa saja yang ada di dunia ini, dalam hal ini pisau analisis yang digunakan adalah Q.S. Al-Baqarah 2:62, dimana dalam surah ini menjelaskan ada 4 agama atau kepercayaan dimana tidak ada pula yang mengatakan agama Islam.

     Nenek moyang bukannya baru memeluk islam pada 1610 Masehi, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah sejak lama dipercayai oleh nenek moyang dengan adanya kata “puang sewwae”.

      Pada masa pemerintahan La Tenri Bali pada tahun 1399 islamisasi di Wajo belum terlalu dikenal atau masuk dengan sembunyi-sembunyi kemudian diterima oleh masyarakat, pada tahun 1501 – 1521 islam sudah masuk secara resmi di daerah wajo dengan adanya peperangan dimana dalam peperangan ini terjadi karena keterpaksaan dan menghasilkan dialog antara Lasangkuru dengan Datok Patimang, dalam dialog ini menerangkan mengenai bagaimana sistem keyakinannya arung matoa. Dalam proses masuknya islam di Makassar dan terkhusus di Wajo maka dibentuklah Parewa Sawa kerajaan wajo dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini :



     Pada sistem pemerintahan kerajaan Wajo setelah masuknya islam ditambakan Parewa Sara’ dalam sistem pemerintahannya yang mengurusi soal ajaran agama islam. Dengan mempunyai pejabat-pejabat parewa sara’ ini memiliki beberapa syarat, yaitu: 

  1. Ade’ (undang-undang) 
  2. Rapang (Yuris) 
  3. Wari’ (Keprotokoleran) 
  4. Bicara (Putusan Perkara berupa Permusyawaratan) 
  5. Sara (syariat) ini sebagian penyempurna dimana dalam sara ini dikenal dengan syahadat

Dalam struktur parewa sara

  • Qadhi atau Petta kalie merupakan hakim yang bertugas untuk menguji kesusuaian antara regulasi yang berlaku dan syariat islam. Terkadang, Qadhi juga mewakili raja arung datu, addatuang) pada kondisi tertentu. 
  • Khatib (puang Katte) 
  • Imam (Puang Imang) bertugas memimpin shalat dan mesjid 
  • Bilal (puang Bilala) yang bertugas untuk adzan 
  • Doja (puang doja) bertugas untuk menjaga kebersihan mesjid 

     Kemudian Islam masuk ke Wajo dengan memanfaatkan tradisi-tradisi lama masyarakat yang kemudian melakukan kulturasi kebudayaan islam dengan kebudayaan bugis Wajo dalam penerapannya, sehingga beberapa hal yang membuat islam mudah masuk dalam masyarakat adalah dengan memasukkan nilai-nilai islam dalam kebudayaan masyarakat setempat. Contoh dalam penerapan kulturasi islam dalam kebudayaan Bugis Wajo pada Generasi I, yaitu Telur yang dipercayai masyarakat sebagai simbol kehidupan kemudian dimodifikasi dengan melakukan Maulid (kelahiran Rasulullah SAW.) hal ini dilkakukan oleh wali-wali pada zaman dulu dengan memasukkan telur yang telah direbus kedalam mesjid yang kemudian di hias dan diletakkan dalam sokko’ atau bura’ (batang pisang) diiringi suara gendang, suara gendang ini disimbolkan sebagai bentuk undangan kepada masyarakat untuk masuk ke dalam mesjid, kemudian berdakwah sesuai dengan bahasa masyarakat setempat sehingga mudah dipahami. Kemudian kebudayaan lain seperti Barazanji, pernikahan orang-orang bugis serta keris atau badik. Pernikahan bugis, memiliki beberapa tahapan-tahapan namun dalam hal ini di integrasikan seperti :

  1. Mammanu-manu 
  2. Madduta 
  3. Mappettu ada 

     Tudang botting untuk badik itu sendiri sebagai simbol pertahanan dan passampo siri bagi orang-orang bugis. Badik juga berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan. Parewa sara kemudian dibagi menjadi beberapa hal yang diajarkan kepada generasi muda pada masa itu dengan melakukan:

  • Syiar, dengan memanfaatkan maulid dan isra’ mi’raj. Selanjutnya ada tipe pengajaran/pendidikan contohnya ketika telah mengaji kepada guru mengaji dikampung itu kita sering disuruh untuk mengambil air dari sumur, itu aadalah bentuk pendidikan yang diberikan guru mengaji kepada murid-muridnya. 
  • Dato ribandang 
  • Tolanca ada tahun 1800an siswa-siswa di Wajo sudah berangkat ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama Islam kemudian akan dibawa kepada masyarakat Wajo. Dalam hal ini ada kisah yang mengatakan hampir 3000 prajurit wajo berangkat ke arab untuk bermukim. Kelompok-kelompok islam di Wajo ada beberapa yaitu, As’adiyah, Muhammadiyah dan lain-lain .

     Adapun bukti sejarah tentang masuknya islam di Wajo juga dapat dilihat dengan adanya peninggalan bangunan di daerah Tosora, yaitu Mesjid Tua Tosora yang dikenal dengan keunikan pembangunannya, yaitu dengan menggunakan putih telur untuk merekatkan batu-batu dalam proses pembangunannya.

     Penyebaran islam juga terjadi secara strukturl dan Kultural, untuk Islamisasi secara kultural pada saat dikenalnya Syekh Jamaluddin juga memperkenalkan silat yang memiliki pendidikan islam didalamnya sekitar tahun 1320, kemudian untuk islamisasi secara struktural dalam hal ini kerajaan (1610-1611) yaitu Arung Matoa Lasangkuru (Malangke).

“Memahami sesuatu sebelum menghakiminya”


Belum ada Komentar untuk "Kajian - Proses Islamisasi Di Wajo, Sulawesi Selatan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel