Kenapa Kita Berbeda? Jawabannya Ada pada Dua Teori Kepribadian Ini
Editor: Krismayana Ibrahim
Setiap manusia memiliki sisi unik yang membentuk siapa dirinya. Namun, pernahkah kamu bertanya, kenapa kita bisa memiliki kepribadian yang berbeda-beda? Mengapa seseorang bisa menjadi pendiam, sementara yang lain sangat ekspresif? Dalam dunia psikologi, dua teori besar mencoba menjawab pertanyaan itu: teori Psikoanalisis dan teori Behaviorism. Keduanya sama-sama ingin memahami bagaimana kepribadian terbentuk, tetapi dengan cara pandang yang berbeda.
Teori Psikoanalisis dikemukakan oleh Sigmund Freud, seorang tokoh yang percaya bahwa perilaku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran, tetapi juga oleh alam bawah sadar. Freud menggambarkan kepribadian sebagai hasil dari interaksi tiga struktur utama, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah bagian primitif dalam diri manusia yang berisi dorongan dan keinginan dasar, seperti rasa lapar, hasrat, dan kesenangan. Ego bertugas menengahi antara keinginan id dan kenyataan yang ada, sementara superego mewakili nilai moral dan suara hati yang menuntun seseorang berperilaku sesuai norma.
Dalam pandangan Psikoanalisis, kepribadian terbentuk dari konflik-konflik batin yang terjadi antara tiga aspek tersebut. Pengalaman masa kecil, hubungan dengan orang tua, serta trauma yang tidak disadari dapat meninggalkan bekas mendalam pada kepribadian seseorang di masa dewasa. Itulah sebabnya, Freud percaya bahwa untuk memahami seseorang secara utuh, kita harus menyelami apa yang tersembunyi di balik pikirannya — bukan hanya apa yang tampak di permukaan. Teori ini mengajarkan bahwa mengenal diri berarti berani menghadapi sisi-sisi terdalam dari pikiran dan perasaan kita sendiri.
Berbeda dengan Freud, teori Behaviorism hadir dengan pandangan yang jauh lebih sederhana namun kuat. Tokoh seperti John B. Watson menolak gagasan tentang alam bawah sadar. Ia berpendapat bahwa kepribadian bukanlah sesuatu yang misterius, melainkan hasil dari pembelajaran dan kebiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Menurut Behaviorism, manusia pada dasarnya seperti “lembaran kosong” yang diwarnai oleh pengalaman hidup. Perilaku kita terbentuk melalui proses pengulangan, reward (penguatan), dan punishment (hukuman).
Jika suatu perilaku menghasilkan sesuatu yang menyenangkan, kita akan cenderung mengulanginya. Sebaliknya, jika suatu perilaku menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan, kita akan berhenti melakukannya. Dari sinilah terbentuk kebiasaan — dan dari kebiasaan itulah kepribadian kita lahir. Dengan kata lain, Behaviorism menekankan bahwa manusia dapat berubah selama mereka bersedia mengubah perilaku dan lingkungannya.
Meski berbeda arah, kedua teori ini saling melengkapi dalam memahami manusia. Psikoanalisis mengajak kita untuk menyelami batin dan memahami konflik emosional yang tersembunyi, sementara Behaviorism mengajarkan kita untuk melihat pola nyata dalam tindakan dan kebiasaan sehari-hari. Psikoanalisis fokus pada “mengapa” kita melakukan sesuatu, sedangkan Behaviorisme fokus pada “bagaimana” perilaku itu muncul dan bisa diubah.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, memahami kedua teori ini membuat kita lebih sadar akan diri sendiri. Kita belajar bahwa ada hal-hal dalam diri yang perlu disadari dan diterima, tapi juga ada kebiasaan yang bisa dilatih dan diperbaiki. Psikoanalisis menuntun kita untuk berdamai dengan masa lalu, sementara Behaviorism memberi jalan untuk membentuk masa depan melalui perilaku yang lebih positif.
Pada akhirnya, mengenali diri bukan hanya soal memahami siapa kita di hadapan orang lain, tetapi juga tentang mengenal sisi terdalam dari pikiran dan perilaku kita sendiri. Karena memahami kepribadian berarti memahami hidup — dan dari sanalah perubahan dimulai.
Asroy Adam

Belum ada Komentar untuk "Kenapa Kita Berbeda? Jawabannya Ada pada Dua Teori Kepribadian Ini"
Posting Komentar