Kajian Keislaman “ Perjalanan Hidup Sang Kekasih”
Jauh sebelum kelahiran manusia paling mulia ini, sejarah telah menulis isyarat kedatangannya. Di setiap lembar kitab samawi terdahulu, namanya telah disebut, tanda-tandanya telah dikenali oleh para nabi dan ahli kitab. Dunia pada saat itu tengah tertidur dalam kezaliman panjang. Peradaban Romawi dan Persia tengah bertikai, sementara tanah Arab dihuni oleh kabilah-kabilah yang tercerai-berai, tanpa satu pun pemimpin yang menyatukan. Kaum Quraisy yang mengelilingi Ka'bah sibuk dalam perniagaan dan penyembahan berhala, sedang kemuliaan, akhlak, dan cahaya ilahi telah lama menghilang dari tengah mereka.
Pada masa seperti itulah, Allah mempersiapkan hadirnya seorang utusan. Bukan dari keluarga istana, bukan pula dari golongan bangsawan berharta, melainkan dari Bani Hasyim yang mulia secara nasab namun hidup dalam kesederhanaan. Abdullah bin Abdul Muththalib, seorang pemuda Quraisy, menikahi Aminah binti Wahab, wanita suci dari keturunan Zuhrah. Namun takdir berkata lain, Abdullah wafat ketika istrinya masih mengandung. Maka Muhammad lahir dalam keadaan yatim, tanpa pernah mengenal wajah ayahnya. Ia lahir pada Senin, 12 Rabiul Awwal, di tahun Gajah, tahun yang mencatat peristiwa pasukan Abrahah yang hendak menghancurkan Ka'bah namun dihancurkan oleh burung-burung ababil. Sebuah pertanda bahwa Allah telah menjaga rumah-Nya, sebab kekasih-Nya akan lahir di tempat itu.
Masa bayi Muhammad disusui oleh Halimah As-Sa'diyah dari kabilah Bani Sa'ad. Selama berada di sana, keberkahan senantiasa menyertai mereka. Ternak menjadi gemuk, tanah menjadi subur, dan air mengalir dengan jernih. Namun yang lebih penting, di sana Muhammad tumbuh dalam lingkungan alam, jauh dari kebisingan kota dan kebiasaan buruk masyarakat Makkah. Ia tumbuh sebagai anak yang tenang, tak banyak bicara, dan penuh perhatian. Pada usia empat atau lima tahun, ia mengalami peristiwa pembedahan dada oleh dua malaikat. Hatinya dibersihkan, disucikan dari sifat-sifat kotor, dan diisi dengan cahaya dan kebijaksanaan. Halimah yang khawatir dengan kejadian itu mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
Namun kebersamaan dengan ibunya, Aminah, tak berlangsung lama. Saat dalam perjalanan ziarah ke Madinah mengunjungi makam suaminya, Aminah jatuh sakit dan wafat di Abwa, meninggalkan Muhammad kecil dalam kesendirian. Ia pun menjadi yatim piatu pada usia enam tahun. Sepeninggal ibunya, ia diasuh oleh kakeknya, Abdul Muththalib, yang sangat menyayanginya. Namun dua tahun kemudian, sang kakek pun wafat, dan Muhammad dipelihara oleh pamannya, Abu Thalib. Di bawah asuhan Abu Thalib, Muhammad tumbuh dalam keluarga besar namun tak berkecukupan. Namun hal itu tidak menjadikannya lemah.
Sejak muda, Muhammad telah terbiasa hidup mandiri. Ia menggembala kambing untuk membantu keluarga. Ia dikenal sebagai pribadi yang sangat jujur, tenang, dan santun. Tidak pernah ia terlihat mencela, mencaci, apalagi menipu. Bahkan saat remaja, masyarakat Makkah mempercayakan urusan-urusan penting kepadanya. Kejujurannya menjadikannya digelari "Al-Amin"—yang terpercaya. Ia tidak pernah terlibat dalam kesenangan jahiliyah seperti mabuk, berjudi, atau mengunjungi tempat hiburan. Bahkan saat kawan-kawannya mengajak, Allah menidurinya agar ia tak terlibat dalam keburukan itu.
Ketika usia menginjak 20 tahun, Muhammad telah dikenal di kalangan Quraisy sebagai pemuda teladan. Ia bahkan ikut dalam perjanjian al-Fudhul, sebuah kesepakatan antar tokoh Makkah untuk membela kaum yang tertindas dan menjaga keadilan. Suatu nilai yang kelak menjadi inti dalam dakwahnya. Pada usia 25 tahun, seorang wanita mulia dan hartawan bernama Khadijah binti Khuwailid mendengar tentang kejujuran Muhammad, dan mempercayakan hartanya untuk diperdagangkan oleh beliau ke Syam. Perjalanan itu membawa keuntungan besar dan laporan kebaikan dari budaknya, Maisarah. Khadijah pun mengajukan lamaran, dan pernikahan mereka menjadi awal dari ketenangan hidup Muhammad.
Dalam rumah tangga bersama Khadijah, Muhammad mendapatkan cinta, ketenangan, dan dukungan. Ia menjadi suami setia, ayah yang penyayang, dan manusia yang terus mencari makna sejati dalam hidup. Saat dunia Makkah semakin sesak dengan kemusyrikan dan kebodohan, Muhammad mulai menyepi ke Gua Hira. Di malam-malam yang hening, ia merenung dan berdoa, mengadukan kegelisahannya pada Tuhan yang ia kenal dengan fitrah.
Hingga datanglah malam mulia itu. Saat usia 40 tahun, malaikat Jibril turun dan memeluknya seraya berkata: "Iqra'—Bacalah." Tiga kali Muhammad menjawab bahwa ia tak bisa membaca, hingga akhirnya ayat pertama turun: "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." Tubuh Muhammad gemetar. Ia pulang kepada Khadijah dan berkata, "Selimuti aku!". Khadijah menguatkannya, membawanya ke Waraqah bin Naufal, yang membenarkan bahwa ia adalah Nabi terakhir.
Dakwah pun dimulai dengan sembunyi-sembunyi. Orang pertama yang masuk Islam adalah Khadijah, diikuti oleh Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar. Setelah tiga tahun, perintah turun untuk berdakwah secara terang-terangan. Maka Muhammad pun naik ke bukit Shafa dan menyeru kaumnya. Namun mereka menolak, mencemooh, dan menuduhnya gila. Penolakan demi penindasan datang. Bilal disiksa, Yasir dan Sumayyah dibunuh, sahabat-sahabat diusir dan dianiaya. Makkah memberlakukan boikot terhadap Bani Hasyim. Tiga tahun mereka hidup di lembah tandus tanpa makanan dan perdagangan.
Setelah wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, Muhammad pergi ke Thaif, berharap penduduknya menerima dakwah. Namun ia malah dilempari batu hingga berdarah. Ketika malaikat penjaga gunung menawarkan membinasakan Thaif, ia menolak. "Aku berharap dari keturunan mereka akan lahir generasi yang menyembah Allah," katanya. Di saat itulah, Allah menghiburnya dengan Isra' Mi'raj—perjalanan agung ke langit, bertemu para nabi dan menerima perintah salat.
Madinah menjadi harapan baru. Beberapa penduduknya masuk Islam dan mengundang Rasul untuk hijrah. Maka dimulailah era baru Islam. Di Madinah, beliau membentuk masyarakat berdasarkan iman, keadilan, dan ukhuwah. Masjid menjadi pusat kehidupan. Persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar dibangun. Piagam Madinah ditulis sebagai konstitusi bersama. Namun ancaman Quraisy terus berdatangan: Perang Badar, Uhud, dan Khandaq menjadi ujian besar. Dalam semua itu, Muhammad memimpin dengan sabar dan hikmah.
Setelah perjanjian Hudaibiyah, Islam berkembang pesat. Satu per satu kabilah masuk Islam. Akhirnya, Makkah ditaklukkan tanpa peperangan. Rasul memaafkan musuh-musuhnya. Tahun demi tahun, cahaya Islam menyebar ke seluruh Jazirah Arab. Pada tahun ke-10 Hijriah, beliau melaksanakan Haji Wada’, dan menyampaikan khutbah terakhir—sebuah pesan abadi tentang keadilan, persamaan manusia, dan amanah risalah.
Tak lama setelah itu, tubuhnya mulai melemah. Ia jatuh sakit selama beberapa hari. Dalam kondisi lemah, beliau masih memikirkan umatnya. Ia berwasiat agar salat dijaga, agar umat tidak menjadikan kuburannya sebagai berhala. Dan pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal, beliau wafat dalam pelukan Aisyah. Umat kehilangan kekasihnya. Dunia menangis.
Namun warisan Muhammad tak pernah hilang. Ia meninggalkan Al-Qur’an, sunnah, dan teladan agung dalam setiap sisi kehidupan. Ia adalah sang kekasih, yang lahir dalam yatim, hidup dalam dakwah, dan wafat dalam kerinduan kepada umatnya. Salawat dan salam takkan pernah berhenti tercurah untuknya hingga akhir zaman.
Belum ada Komentar untuk "Kajian Keislaman “ Perjalanan Hidup Sang Kekasih”"
Posting Komentar