Bincang Buku: Rekayasa Sosial

 

Bincang Buku: Rekayasa Sosial
Oleh Andi Muhammad Arham

 


            Buku ini dimulai dengan pembahasan kerancuan berpikir dan mitos. Jalaluddin menyatakan, perubahan sosial yang bergerak melalui rekayasa sosial harus dimulai dengan perubahan cara berpikir. Menurutnya, “pengacauan intelektual” kerap terjadi, dan dilakukan dengan cara halus.  Dia lalu membagi apa yang disebutnya sebagai “kebuntuan intelektual” dalam sejumlah kesalahan berpikir.

·         Fallacy of Dramatic Intense: Kecenderungan untuk menggeneralisir satu atau dua kasus pengalaman empiris digunakan untuk mendukung argumen bersifat umum.

·         Fallacy of Restrospective Determinism: Kecenderungan untuk berargumen bahwa masalah sosial yang ada sekarang sudah ada sejak dulu, sehingga tak bisa dihindari.

·         Post Hoc Ergo Propter Hoc: secara harfiah artinya, sesudah itu—karena itu—oleh sebab itu. Di sini, maksudnya adalah kecenderungan membangun argumen sebab-akibat hanya berdasarkan urutan temporal peristiwa.

·         Fallacy of Misplaced Concretness: kerancuan berpikir ini muncul karena seseorang mengkonkretkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak. Misalnya, jika terjadi bencana alam atau wabah, seorang pejabat mengatakan itu semua sudah takdir Tuhan.

·         Argumentum ad Verecundiam: Cenderung berargumen dengan menggunakan otoritas, padahal otoritas itu tak relevan atau ambigu. Misalnya, orang berargumen dengan mengutip teks suci demi membela kepentingannya.

·         Fallacy of Composition: kecenderungan untuk berasumsi bahwa yang baik dan manjur bagi seseorang atau sekelompok orang adalah juga pasti baik dan manjur bagi yang lain secara keseluruhan.

·         Circular Reasoning: argumen berputar, yakni menggunakan kesimpulan untuk mendukung asumsi, yang kemudian menujuk kepada kesimpulan semula.

Selain kerancuan atau kesalahan berpikir, mitos sosial, menurut Jalaluddin, juga akan menghambat perubahan sosial melalui rekayasa sosial. Mitos tersebut dia bagi dua, yakni (1) mitos deviant; dan (2) mitos trauma.

·         Mitos deviant: ini berawal dari pandangan bahwa jika terjadi perubahan, maka perubahan itu dipandang sebagai penyimpangan terhadap stabilitas. Misal, orang yang berbeda dalam suatu wilayah akan dianggap menyimpang dan tidak waras.

·         Mitos trauma: ini mengatakan bahwa setiap perubahan pasti mendatangkan krisis (trauma). Krisis ini lalu memicu reaksi anggota masyarakat.

            Setiap perubahan sosial, menurutnya, memiliki sejumlah aspek: faktor penyebab, agen, waktu atau durasi, dan juga dampak.

Belum ada Komentar untuk "Bincang Buku: Rekayasa Sosial"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel