ORGANISASI DAN CERITA PEREMPUAN

 

Organisasi dan Cerita Perempuan

 “ Sekumpulan manusia dalam suatu wadah untuk mencapai tujuan tertentu merupakan pengertian organisasi. Jelasnya, merupakan suatu wadah yang didalamnya terdapat kejelasan aturan yang tertuang dalam peraturan organisasi dan dalam budaya organisasi; memiliki jenjang struktural yang jelas; serta memiliki tujuan dan prinsip-prinsip dasar yang menginspirasi kehidupan berorganisasi. Organisasi merupakan cara untuk melatih kecerdasan emosional dan spiritual. Oleh karena itu, individu yang berorganisasi merupakan individu yang paling memiliki peluang mewujudkan fitrah kemanusiaannya yang merdeka, berkehendak untuk tumbuh, dan saling memberi dengan yang lainnya. “ (sumber: http://bukancendekia.blogspot.com/2011/10/hakikat-dan-urgensi-organisasi.html )

Berdasarkan pengertian organisasi, tidak terdapat perbedaan tujuan yang berdasar dengan jenis kelamin dan gender. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan tentu setara dan memiliki peran penting untuk mencapai tujuan bersama. Walaupun terdapat 2 perbedaan biologis manusia di dalam organisasi, apakah telah benar-benar setara dan bebas dari isu-isu diskriminatif terhadap salah satu pihak, terkhusus perempuan? Serta untuk mengisi jenjang struktural organisasi, perlu adanya individu yang mau dan mampu bertanggungjawab menempati struktur tersebut. Namun, apakah struktur organisasi telah benar-benar ditempati sesuai dengan kemauan dan kemampuan individunya? Pertanyaan itu yang penulis coba uraikan dalam tulisan ini.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, budaya-budaya yang melibatkan perempuan sebagai subjek/penggeraknya memang banyak, tetapi banyak pula budaya yang menempatkan perempuan sebagai objek yang ‘ditata’. Budaya patriarki, dimana budaya yang memandang segala aspek kehidupan laki-laki lah yang berkuasa, hal ini membuat perempuan senantiasa diatur dan dipasifkan, serta dipandang sebagai satu manusia yang tidak memiliki pemikirannya sendiri.  Budaya ini telah mengakar dari mulai lingkup keluarga hingga publik, termasuk organisasi yang tujuannya berfokus pada masyarakat.

Banyak sudut pandang patriarkal yang cenderung mendiskriminasi perempuan. Hal yang dapat penulis uraikan serta kaitannya dengan kehidupan organisasi ada 4, yaitu stigmatisasi, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan. Mari bahas satu-satu.

1.      Stigmatisasi

Stigmatisasi adalah pelabelan tertentu terhadap suatu kelompok, dalam hal ini pelabelan perempuan. Contoh stigma umum perempuan dalam masyarakat yaitu sumur, dapur, kasur. Artinya, urusan rumah tangga hanya kewajiban perempuan  (memasak dan bersih-bersih) padahal rumah adalah tempat laki-laki dan perempuan, sudah seharusnya urusan domestik merupakan kewajiban keduanya.  Dalam kegiatan organisasi, tentu ada pekerjaan domestiknya, seperti memasak dan bersih-bersih. Tetapi, seringkali perempuan ditempatkan hanya diurusan domestik kegiatan semata-mata karena mereka perempuan.

 

2.      Subordinasi

Subordinasi berarti penempatan perempuan secara mutlak dibawah laki-laki. Sadar atau tidak, subordinasi telah dipraktikkan sejak kita SD, dimana saat pemilihan ketua kelas, yang ditunjuk biasanya adalah laki-laki, sedangkan perempuan diseleksi menjadi sekretaris atau bendahara. Tetapi, syukur lah jika sekarang zaman itu sudah berubah. Nah, organisasi pun memiliki struktur mutlak yang dimana ketua berada diatas dan sekretaris dan bendahara dibawahnya. Lalu mengapa ketua sering diidentikkan dengan laki-laki? Dan perempuan identik dengan sekretaris atau bendahara?

Secara tidak sadar, hal ini sangat terlihat normal dan dinormalkan. Tetapi, masyarakat kita terlanjur memandang jabatan itu berjenis kelamin. Alasan mengapa laki-laki selalu dipilih sebagai ketua karena laki-laki dalam budaya patriarki memiliki akses lebih banyak dalam bersosialisasi,dan  dianggap mampu bertanggungjawab atas kelompoknya dibanding perempuan. Laki-laki sebagai ketua berpeluang untuk memperluas relasi dengan organisasi lain. Sebab, budaya telah memaklumi pergaulan laki-laki yang luas, sedangkan perempuan sering terkena stigma jika pergaulannya terlalu luas.

3.      Beban Ganda

Beban ganda artinya jenis kelamin tertentu mendapat pekerjaan lebih banyak daripada jenis kelamin yang lain. Jika perempuan telah mengerjakan urusan domestik (telah dibahas di stigmatisasi), dan kembali melakukan tanggung jawabnya yang lain di organisasi tersebut, ditambah dengan fungsi reproduktifnya, maka beban yang dilakukannya terbilang banyak. Maka dari itu, setiap individu mesti bersimpati satu sama lain dan berbagi tanggung jawab agar tercipta beban yang setara.

4.      Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual sudah termasuk tindak pidana, dimana ketika ada perlakuan kasar atau tindakan yang bersumber dari kekerasan. Dalam organisasi, penyebab perempuan dianggap tidak mampu memperluas relasi dengan orang lain (telah dibahas subordinasi), karena perempuan sering mendapat perlakuan kasar bahkan dilecehkan oleh orang lain (internal maupun eksternal organisasinya). Contoh kekerasan seksual yang paling dianggap umum yaitu catcalling atau siulan-siulan dari orang lain (terlepas apa gendernya). Katanya, untuk melindungi perempuan, perempuan harus menghindari pergaulan luas dan agar terhindar dari pelecehan. Tetapi, bukankah jika ada hewan buas, hewannya yang dikurung, bukan pengunjungnya?

Tujuan berorganisasi itu sendiri adalah membantu mewujudkan fitrah manusia yang merdeka atas tubuh, pikiran, dan perasaannya sendiri. Serta, seharusnya organisasi merupakan tempat yang aman untuk mengeluarkan setiap potensi yang ada. Nah, macam-macam tindak diskriminatif ternyata masih ada walaupun tak terlalu tampak dan ternormalisasi eksistensinya.

Bagaimana perempuan dapat mengeluarkan potensinya secara menyeluruh jika saat bersuara dan mengoceh di ruang rapat, langsung dihakimi “lagi datang bulan ya?” atau dinilai sebagai makhluk yang emosional ? Mengapa tak mendengarkan dan mengolah apa yang dibicarakannya? Bisa jadi, mereka yang mendiskriminasi tak dapat mengimbangi gagasan perempuan sebab masih terkaget-kaget akan keberadaan perempuan pintar.

Kini, organisasi yang melanggengkan  tradisi diskriminatif hingga pelecehan seksual terhadap perempuan dianggap memalukan. Organisasi yang dapat mendengar suara perempuan tanpa melakukan penyerangan terhadap apa yang menempel ditubuhnya dianggap sebagai organisasi yang terpercaya.


Belum ada Komentar untuk "ORGANISASI DAN CERITA PEREMPUAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel