Literasi - Hijablicious : PART 5, Kembali ke Jalan-Nya

Hijablicious : PART 5, Kembali ke Jalan-Nya

Sebuah Perjalanan
By: Primadinasti Royhani


     “Kita adalah bentukan pembelajaran dari masa lalu masing-masing. Aku memang bukan orang ‘baik’. Oleh karena itu, aku selalu ingin menjadi ‘lebih baik’. Sering aku terjatuh pada lubang yang sama, tapi disana ada kekuatan yang selalu menyelamatkanku. Pertolongan dan kemudahan Allah itu selalu ada. Bagiku, berkat doa orangtuaku..” 12 tahun lebih, Primadinasti tumbuh sebagai anak yang keras kepala, pemarah, dan cenderung menyebalkan. Dia terbiasa hidup hanya memikirkan diri sendiri dan tidak peduli orang lain. Ditambah lagi dengan anugerah kecerdasan yang Tuhan berikan kepadanya, dia tumbuh dikelilingi decak kagum sekaligus pandangan sinis orang-orang di sekitarnya. Reaksinya? Dia tidak peduli! Dia percaya, dia bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, asalkan selalu mendapatkan hal yang dia inginkan. Sebuah kemenangan dan kepuasan. 

     Setelah lulus SD, Prima mendaftar ke SMP unggulan diBandung. Seperti perkiraannya, dia berhasil lolos seleksi dan dengan sombong dia pamerkan keberhasilannya ke teman-temannya, tanpa peduli apakah dia di antara temannya yang tengah bersedih karena gagal lolos seleksi. Tetapi orangtua Prima rupanya memiliki keputusan lain yaitu Prima disekolahkan di sebuah pesantren. Prima masih marah dan sedih, tapi dia bertekad tidak akan menangis dan mengeluh. Tetap saja, seberapa kuat dia menahannya, kesedihan itu tetap terasa dan tiap detik rasanya semakin memuncak. 

     Tibalah saat pertama kali dia harus berpisah dengan orangtuanya. Ayahnya berkata “Ayah nggak butuh Kakak jadi orang pintar kalau kakak nggak paham aturan agama. Agama itu penting untuk belajar saling menghargai dan memahami. Kakak juga harus belajar, hidup itu untuk keselamatan dunia dan akhirat. Bukan untuk kepentingan dunia saja.” 

     Di pesantrenlah pertama kalinya Prima menutup auratnya. Hari-harinya di pesantren tidaklah mudah. Dia masih dengan sikap keras kepala, tetap angkuh, egois, dan pemarah. Dia menjalani semua jadwal pesantren penuh dengan keterpaksaan. Dia menjalaninya karena takut mendapatkan hukuman. Tapi, setelah beberapa minggu, dia tidak takut lagi menghadapi hukuman tersebut. Ketakutan mulai digantikan oleh ketidakpedulian. Akibatnya, dia harus menjalani hukuman tiap minggu tapi dia tetap tidak peduli. Hatinya begitu keras, tak tersentuh oleh makna ibadah sebenarnya yang diajarkan pesantren. Saat itu hidupnya sangat kosong, tidak bermakna, dan tidak memiliki tujuan. Sungguh kehidupan yang sia-sia.

     Waktu terus berjalan, tanpa dia sadari dia telah terbiasa dengan kehidupan pesantren. Hatinya mulai terbuka, dia mulai menjalani kehidupan dengan ikhlas, memulai pertemanan, dan mulai menyelami makna ajaran agama yang diajarkan padanya. Di pesantren dia tertarik dengan pelajaran akidah akhlak yang mengajarkan tata cara berperilaku terhadap orang tua, saudara, teman, dan perilaku lainnya. Semakin dia pelajari dan timbullah rasa malunya, kesadarannya makin menguat ketika pelajaran memasuki bab etika terhadap orangtua. 

     Setelah tiga tahun menggali ilmu di pesantren, Prima kembali melanjutkan pendidikannya di SMA. Pertama masuk dia kaget dengan suasana yang ada. Dia satu-satunya murid yang berkerudung dikelasnya. Hal yang membuatnya lebih kaget ternyata tidak semua murid disana menganggap shalat lima waktu adalah kewajiban bagi umat Islam. Ketika Prima dan teman-temannya jalan ke mall dan mengajak temannya untuk shalat dan temannyapun menolak. Bahkan salah seorang temannya pernah berkata “kalau mau shalat, shalat aja sendiri.”

     Di kelas, Prima memiliki kelompok belajar yang terdiri dari empat orang yaitu Prima, Ignacia, Yuniar, dan Martina, yang dua diantaranya beragama Khatolik. Dengan latar belakang yang berbeda mereka bertukar cerita mengenai ritual keagamaan masing-masing dan bertukar pandangan. Mereka berempat bersahabat dengan lebih menghargai satu sama lain.

     Waktu terus berjalan, Prima melanjutkan studinya di ITB jurusan arsitektur. Menjelang akhir studi, Prima magang di Singapura. Kehidupan islami dan komunitas sosial yang mampu mengingatkan kita disana memang tidak banyak, tapi bukan berarti tidak ada sama sekali. Di Singapura kehidupan beragama dan etika pergaulan sosial berbaur tanpa batas. Namun, sekeras apa pun lingkungan di luar sana, Prima yakin, selama memegang teguh keyakinan bahwa kita hidup di dunia ini untuk menjalankan amanah Allah, kita pasti bisa istiqamah dalam iman dan islam. 

     Prima bukan manusia yang baik, tapi dia selalu berharap dan berusaha semampunya untuk menjadi manusia yang lebih baik. Orangtuanya kerap kesal kepadanya. Ada saja hal yang sengaja atau tidak sengaja dia lakukan dan membuat orangtuanya terluka. Seolah tidak ada hal yang bisa dia lakukan untuk membahagiakan ayah dan ibunya.

     Prima juga bukan hamba Allah yang baik. Tak jarang dia melupakan kewajibannya dan terlena dengan hal yang sifatnya duniawi. Tidak jarang dia lupa bersyukur atas segala nikmat-Nya yang telah dilimpahkan untuknya. Dia sering melupakan Allah dan mengingat-Nya kembali saat dia bersedih. 

     Namun, dia percaya, dia akan selalu memiliki kesempatan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya untuk memperbaiki diri. Hal itu yang membuatnya untuk bangkit setiap kali terjerumus pada lubang dosa. Prima hanya memohon kepada Allah, semoga dia diberikan kekuatan agar tidak melakukan kesalahan yang sama berkali-kali. Dan memohon, pada akhir hidupnya nanti, dia berhasil menjadi anak yang berbakti dan hamba Allah yang salehah dan diridhai-Nya.

Nilai – Nilai Buku :

  • Bersyukur atas segala yang dimiliki dan tidak dimiliki.
  • Rencana Allah lebih baik dari mimpi kita, jadi jangan berhenti bermimpi dan berjuang untuk keinginan diri sendiri.
  • Segala sesuatu harus dilakukan dengan sepenuh hati
  • Terus belajar
  • Jangan menjatuhkan orang lain dan tetap merangkul lawan karena itu adalah hal yang tepat
  • Jangan peduli dengan orang lain yang berusaha menjatuhkan kita
  • Jalani sesuatu dengan kenyamanan yang kita miliki 
  • Selalu bersyukur, tersenyu, dan menjalani hidup dengan ikhlas dan sabar 

Belum ada Komentar untuk "Literasi - Hijablicious : PART 5, Kembali ke Jalan-Nya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel