Bedah Buku "Tuhan: Ilusi atau Idea?"


"Tuhan: Ilusi atau Idea?"

Buku yang ditulis oleh Frederick Ray Popo ketika COVID-19 sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Bersamaan dengan persebaran wabah ini sejak Desember 2019, berkembang pula aneka wacana tentang Tuhan. Hal itu membuktikan bahwa Tuhan selalu hadir dalam cakrawala kehidupan manusia.

Buku "Tuhan: Ilusi atau Idea?" merupakan sebuah karya yang mencoba menyelidiki pertanyaan mendasar tentang keberadaan Tuhan. Buku ini lahir dari kegelisahan penulis terhadap pandangan yang terlalu mudah dan terkadang arogan mengenai Tuhan. Penulis ingin menggali lebih dalam, apakah kita sebagai manusia benar-benar mampu memahami dan berbicara tentang keberadaan yang transenden seperti Tuhan?

Isi buku ini diawali dengan sejarah dan kisah hidup Imanuel Kant dimana Manelchen (nama kecil Kant) lahir pada tanggal 22 April 1724 di Königsberg. Kehidupannya yang relatif sederhana dan konsisten di kota kelahirannya justru menjadikannya sosok yang mendalami pemikiran filsafat secara mendalam. 

Adapun pikiran-pikiran yang mempengaruhi Imanuel Kant pada waktu itu ialah tokoh penting rasionalisme di Jerman adalah Gottfried Wilhelm Leibniz yang filsafatnya disistematisasikan  oleh Christian Wolff, muridnya. Selain mempelajari para pemikir rasionalisme, Kant juga berinteraksi dengan penganut empirisme Inggris, David Hume. 

Pada bangunan intelektual Kant, ia membedakan pengetahuan "a priori" dengan "a posteriori" serta putusan "sintetis" dan "analitis". Dia setuju dengan pandangan empirisme bahwa semua kognisi bermula dari pengalaman. Ditinjau secara kronologis, pengalaman lebih dulu ada sebelum kognisi. Meskipun demikian, menurut Kant, tidak semua kognisi dihasilkan dari pengalaman. Artinya ditinjau dari sumber/asalnya, ada kognisi yang tidak datang dari pengalaman atau kesan-kesan indrawi, yakni a priori. Sedangkan kognisi yang berasal dari pengalaman indrawi itulah a posteriori. 

Putusan adalah pengetahuan langsung tentang suatu objek yang diungkapkan lewat kalimat (kesatuan subjek dan predikat). Kant berkata bahwa putusan yang konsep predikatnya terkandung dalam subjeknya adalah putusan "analitis". Contoh semua segitiga memiliki tiga sudut atau semua bujangan belum menikah. Putusan analitis hanya memperjelas sesuatu dan tidak menambah pengetahuan. Sedangkan, putusan "sintetis" ialah sebaliknya yang konsep predikatnya tidak terkandung dalam subjeknya. Contoh semua bujangan merasa kesepian. Konsep kesepian tidak niscaya terkandung di dalam konsep bujangan. Putusan sintetis itu bersifat menambah. 

Kant mengkritik tiga argumen klasik yang membuktikan keberadaan Tuhan secara spekulatif. Menurut Kant, ketiga argumen ini mustahil membuktikan adanya Tuhan sebagai pengada niscaya-mutlak. Dia memulai uraiannya dari argumen ontologis karena menurutnya argumen kosmologis dan fisikoteologis ditopang oleh keabsahannya. 

Argumen ontologis yang paling terkenal diajukan oleh Anselmus dalam proslogion. Bagi Anselmus, adanya Tuhan dibuktikan atas dasar pemikiran bahwa Tuhan adalah "pengada terbesar yang bisa dipikirkan" tidak mungkin pengada tersebut hanya bereksistensi di dalam pikiran. Pengada terbesar itu pasti juga ada dalam kenyataan. Kant mengkritik peran kata "ada" (sein) sebagai predikat. Menurut Kant "ada bukan predikat nyata", para pendukung argumen ontologis masih menganggap "ada" (eksistensi) sebagai predikat nyata. Bagi Kant "ada" hanyalah predikat logis atau kopula (to be) yang menghubungkan predikat dengan subjeknya.

Argumen kosmologis dikembangkan oleh Thomas Aquinas yang memaparkan "lima jalan" untuk membuktikan eksistensi Tuhan. Tiga dari lima jalan itu: "Tuhan sebagai penggerak pertama, penyebab pertama, pengada niscaya". Menurut Kant argumen tersebut menyalahi prinsip kausalitas dimana prinsip kausalitas harusnya berlaku secara universal, tidak terdapat pengecualian, namun ketika disandingkan dengan Tuhan mengapa ada sebab pertama?

Argumen fisikoteologis menganggap keberadaan Tuhan dapat diketahui dari pengalaman empiris mengenai keteraturan, keterarahan, dan keindahan yang tampak di dunia. Tuhan harus ada sebagai yang mengatur, merancang, dan mengarahkan alam semesta ini. Argumen ini juga diajukan oleh Aquinas. Hume menyatakan bahwa manusia tidak memiliki pengalaman akan keseluruhan alam semesta. Jadi, seseorang tidak bisa menarik kesimpulan mengenai tanda-tanda keteraturan yang tampak di dunia ini. Senada dengan Hume, Kant menulis "kita tidak mengenal dunia secara keseluruhan, apalagi mengetahui cara memperkirakan besarnya dunia ini dengan membandingkannya terhadap segala kemungkinan"

Kant menawarkan suatu konsep tentang Tuhan. Meskipun Kant tidak secara langsung membuktikan keberadaan Tuhan, ia menawarkan sebuah pemahaman yang unik dan mendalam tentang peran Tuhan dalam kehidupan manusia dan pemikiran filsafat. Kant tidak menempatkan Tuhan sebagai objek pengetahuan yang dapat dibuktikan secara empiris. Sebaliknya, ia melihat Tuhan sebagai sebuah "idea regulatif". Artinya, konsep Tuhan berfungsi sebagai panduan bagi pikiran manusia dalam memahami dunia dan bertindak secara moral. Bagi Kant, keyakinan akan keberadaan Tuhan menjadi landasan bagi moralitas manusia. Kita bertindak baik dan moral karena kita percaya bahwa ada suatu hukum moral yang universal yang berasal dari Tuhan. Konsep Tuhan, menurut Kant, adalah sebuah "postulat praktis". Artinya, kita memerlukan keyakinan akan keberadaan Tuhan agar dapat hidup secara moral dan memiliki harapan.

Namun pemikiran Kant tidak terlepas dari kritikan, menurut pembaca berpendapat bahwa penempatan Tuhan sebagai "idea regulatif" terlalu subjektif dan tidak memberikan dasar yang kuat untuk keyakinan keagamaan. Bagi mereka yang mencari pembuktian empiris atau rasional tentang keberadaan Tuhan, penawaran Kant mungkin terasa kurang memuaskan. Ada juga yang berpendapat bahwa ketika kita menggunakan argumen moralitas, mestinya moralitas itu juga berlaku secara universal namun realitanya tidak demikian, moral yang digunakan setiap daerah berbeda-beda lantas kita ingin menggunakan moral yang mana?


Penulis: Agus Fadriansyah 

Penerbit: Ahmad Rafli Hamdani

Belum ada Komentar untuk "Bedah Buku "Tuhan: Ilusi atau Idea?""

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel